April 05, 2018

dialog dan tawa dari sudut perkotaan

"Bagaimana harimu hari ini?" tanya sang Ayah kepada anak perempuannya yang kira-kira berumur 6 tahun. 
"Hari ini terik, Ibu marah-marah lagi gara-gara aku tidak mau makan." Ayahnya melihat ke arah sang Ibu yang hanya merespon dengan senyum kecil dan mengangkat kedua pundaknya.
"Belum lagi, ayah lagi-lagi pulang malam, kan aku mau ikut tadinya." sang Ayah justru tertawa mendengar jawaban putrinya. "Kamu yakin mau ikut Ayah?" tanya Ayahnya seraya sedikit tersenyum dan alisnya dinaikkan satu seperti merayu gadis kecilnya.
"Iya dong, memangnya tak boleh Yah?"
"Tentu boleh, Ayah akan senang, tapi kamu tidak tau.." raut wajah anak kecil itu seolah mulai serius mendengar Ayahnya.
"Di sana banyak orang, tapi seperti monster, besar-besar, tidak besar banget si, tapi rata-rata sebesar Ayah, atau bahkan lebih besar.."
"Sungguh Yah? ah pasti Ayah bohong kan. Ayah pasti bohong kan bu?" Sang Ibu hanya menjawab dengan tawa kecilnya, lalu gadis kecil itu kembali melihat ke arah Ayahnya, pandangannya seolah meminta Ayahnya untuk melanjutkan ceritanya.

"Hahaha.. Kamu mungkin tidak akan menyukainya, Nak. Mereka bermacam-macam wataknya, ada yang selalu sendirian, kadang dia marah kalau kita mendekatinya, ada juga yang ingin didengar, kadang dia juga marah kalau kita mengabaikannya, ada juga yang sangat lapar, ketika makanannya kurang, makananmu akan diambil, sampai dia kenyang.."
Anak itu mengerutkan dahinya, "Kenapa mereka begitu, Yah?" Tapi sang Ayah tidak menggubris pertanyaan anaknya itu, justru melanjutkan ceritanya.
"Itu belum seberapa, ada juga mereka yang sengaja melukai diri lalu menuduh kamu yang melukainya, ini biasanya dia lakukan karena tidak suka denganmu, nantinya bisa jadi kamu yang dihukum."
"Kok dia jahat, Yah?" pertanyaan dari sang Anak yang lagi-lagi tidak digubris oleh Ayahnya.

"Kamu tidak mau tau tentang mereka yang dihukum?"
Raut wajah gadis itu semakin serius, lebih ke mimik ketakutan dibanding serius. Tanpa menunggu jawaban dari anaknya, pria tua itu melanjutkan ceritanya.
"Ada juga mereka yang dihukum, ya apa lagi kalau bukan melakukan kesalahan, entah benar atau tidaknya dia melakukan kesalahan, semua orang bisa saja dihukum. Dan kamu tau? orang yang menghukum itu biasanya berbadan besar, mungkin 5 meter tingginya."

Sang gadis sejenak melihat ke arah ibunya, raut wajahnya kini terlihat sangat ketakutan, dalam pandangannya juga tersirat entah karena dia menerka-nerka tentang sang Ayah yang mengarang soal orang setinggi 5 meter, atau memang ia tak bisa membayangkan seberapa besar orang setinggi 5 besar itu. Hanya yang jelas dari raut mukanya adalah ketakutan.
"Lalu orang berbadan besar itu akan menghukum orang lain, orang lain itu bisa jadi kamu, dan siap-tidak siap kamu harus dihukum.."
Gadis itu sekarang semakin takut membayangkan jika Ia yang dihukum.
"..dihukum, dengan GELITIKAN!" Pria tua itu memberi kejutan gelitikan kepada anaknya, yang membuat suasana cair. Semua tertawa, sang Ayah, karena berhasil mengerjai anaknya. Sang Anak, karena digelitik ayahnya, dan sang Ibu, ikut tertawa melihat kedua orang yang disayanginya.

"Namun ingat, Nak. Yang ayah ceritakan itu belum semua, dan semua itu mungkin saja bisa terjadi, dan kamu tidak perlu takut, tak ada yang perlu ditakutkan jika kamu memang benar. Dan kamu juga jangan takut dihukum jika memang kamu salah, dengan begitu kamu mendukung yang benar."
Gadis kecil itu justru bingung dengan apa yang dikatakan ayahnya. "Maksudnya gimana, Yah?"
"Hahahaha, suatu saat nanti kamu pasti mengerti, yang penting dari sekarang, kamu jangan takut dengan apa yang akan kamu hadapi, OKE?" "SIAP KOMANDAN!"

Dialog beserta narasi dari sang Ayah itu pun lagi-lagi ditutup dengan gelak tawa yang dikarenakan respon lucu dari anaknya. Itulah kisah mereka. Mereka yang terkadang tidak kita hiraukan. Mereka yang menikmati hidup apapun situasinya. Mereka yang kulihat di malam itu.

Mereka yang malam itu bersiap untuk tidur. Mereka yang berbaju lusuh. Mereka yang malam itu berlesehan di depan emperan toko, beralaskan kain seadanya yang mereka punya.

Mereka yang mengakhiri malamnya dengan dialog dan tawa penuh makna.

0 komentar:

Posting Komentar