Mei 04, 2020

Terjebak Takdir

Mencitakan diri menjadi Raja dan Ratu, membumbung tinggi angan dari rendah usia sampai titik tertentu, buta akan realita, menutup sendiri mata dari rutinitas yang mengekang.
Dicitrakan diri menjadi Baja dan Batu, dibuang ke dalam sungai keputus-asaan, dibukakan matanya terhadap kenyataan yang pahit dan sulit.

Kami tidak mati karena cita-cita yang tidak didapati.
Kami tidak luluh sebab angan yang runtuh.
Kami tidak menyerah hanya karena terlihat pasrah.
Langkah kami berhenti akibat pilihan yang ditabirkan.

Takdir getir tak bisa dielak.
Kaki terkilir hingga tangan terpelintir, yang terjadi akan tetap bergerak.
Seolah melawan arus, aku mencoba untuk mendongak, hanya kaki dengan badan tertutup langit, sesosok penyesalan.

Apa yang disesali?
Pilihan?
Gerakan?
Atau ancaman?

Takdir di mata semakin kelabu, dilawan justru menjadi tabu.
Disisakan pilihan hanya satu, menerima, selebihnya kami dilarang tahu.

Malam ini aku mendengar dua tangisan, di balik dada ini, dan di balik tembok yang satu lagi.
Semakin isak yang terdengar, semakin berdebar hati terasa pengar.

Andaikan kami boleh menyihir, akankah kami tetap terjebak takdir?

0 komentar:

Posting Komentar